BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1       Latar Belakang

Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan hanya untuk membebaskan  manusia dari keterbelakangan,  melainkan juga dari kebodohan dan kemiskinan. Pendidikan diyakini mampu menanamkan kapasitas baru bagi semua orang untuk mempelajari pengetahuan dan keterampilan baru sehingga dapat diperoleh manusia produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses dan mobilitas sosial dalam masyarakat baik secara horizontal maupun vertikal.

Pada era globalisasi dewasa ini, kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada sistem pendidikan. Peran pendidikan sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang cerdas, damai, terbuka, dan demokratis. Oleh karena itu, pembaharuan pendidikan harus selalu dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan suatu bangsa. Kemajuan Bangsa Indonesia hanya dapat dicapai melalui penataan system pendidikan yang baik. Upaya peningkatan mutu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat masyarakat Indonesia. 

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu model pembelajaran yang efektif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satunya adalah pembelajaran mediatif. Pembelajaran mediatif merupakan suatu metode yang membimbing siswa belajar dalam menilai suatu masalah, menghargai pandangan orang lain serta menggunakan berbagai alternatif dalam menyelesaikan masalah. Guru memberi bimbingan kepada siswa untuk mempelajari bagaimana mengaplikasikan pengetahuan dalam menyelesaikan masalah. Dalam model ini, guru adalah sebagai perantara/ moderator  dengan menyampaiakan suatu  masalah untuk merangsang siswa dalam mengaplikasikan pengetahuannya, selanjutnya siswa merumuskan serta menggunakan konsep-konsep yang ditemui dalam menyelesaikan masalah. Dalam proses pembelajaran, guru membantu dan membimbing siswa dalam mengemukakan ide-ide mereka. Siswa diberikan stimulus agar dapat mengemukakan ide-ide logik dan rasional baik secara induktif atau deduktif.

 Melalui model pembelajaran mediatif diharapkan siswa dapat mengenal dengan pasti strategi dalam menggunakan keahliannya tersebut untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan eksplorasi. Siswa akan mendapatkan kesadaran tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan di masa yang akan datang.  Mediator (guru) menunjukkan bagi siswa dalam mencapai tujuannya sendiri (self regulation) secara aktif dengan membangun dan menghasilkan pengetahuan baru dalam penyelesaian masalah. Pendekatan ini menggabungkan aktivitas-aktivtas pemikiran, bimbingan dan pembicaraan terbuka, bila hal tersebut dilakukan secara berkelanjutan, tentunya akan mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru sehingga dapat menjalankan fungsinya sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka dipandang perlu bagi seorang pendidik untuk memahami tentang pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran mediatif.

 

1.2       Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah “Bagaimanakah Implementasi Pembelajaran Mediatif ?

 

1.3       Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini untuk  mengkaji secara teoritis dan sistematis tentang Implementasi Pembelajaran Mediatif.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1       Pengertian Pembelajaran

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkan untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2004: 79). Sedangkan menurut Salim (2004:32) “Pendidikan juga diartikan sebagai upaya manusia secara historis turun-temurun, yang merasa dirinya terpanggil untuk mencari kebenaran atau kesempurnaan hidup”. Dalam Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

Pendidikan dan pembelajaran saling terkait. Pendidikan akan dapat mencapai tujuan jika pembelajaran bermakna dengan pembelajaran yang tepat. Sebaliknya pendidikan tidak akan mencapi tujuan jika pembelajaran tidak bermakna dengan pembelajaran yang tidak tepat. Pembelajaran biasanya didefensikan sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll,2000). Perubahan yang disebabkan oleh perkembangan (seperti tumbuh semakin tinggi) bukanlah contoh pembelajaran. Sedangkan menurt Winkel (1991) “pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa”. Brunner mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah “preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif”. Prespektif  karena tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal. Deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah memberikan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan di antara variabel-variabel yang menentukan hasil belajar, atau bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori pembelajaran menaruh perhatian bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi hal belajar, atau upaya mengontrol variabel dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

Istilah “pembelajaran” mengandung makna yang lebih luas dari pada “mengajar”. Pembelajaran merupakan usaha yang dilaksanakan secara sengaja, terarah dan terencana, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali, dengan maksud agar terjadi belajar pada diri seseorang. Berikut adalah perbedaan pembelajaran dengan mengajar pada tabel dibawah ini.

Mengajar

Pembelajaran

Dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar

Dilaksanakan oleh mereka yang dapat membuat orang belajar

Tujuannya menyampaikan informasi kepada si belajar

Tujuannya agar terjadi belajar pada siswa belakar

Merupakan  salah satu penerapan strategi pembelajaran

Merupakan cara untuk mengembangkan rencana yang terorganisir untuk keperluan belajar

Kegiatan belajar berlangsung bila ada guru/pengajar

Kegiatan belajar dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru

 

Menurut teori Sibernetik (Budiningsih, 2005:80-81), belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yaitu mementingkan proses belajar daripada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari. Tokoh teori ini Gage dan Berliner, Biehler, Snoman, Baine, dan Tennyson.

Aplikasi teori ini, untuk mendukung proses pembelajaran dalam kegiatan belajar hendaknya menarik perhatian, memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa, merangsang  ingatan pada prasyarat belajar, menyajikan bahan perangsang, memberikan bimbingan belajar, mendorong unjuk kerja, memberikan balikan informatif, menilai unjuk kerja, meningkatkan retensi dan alih belajar.

Selain itu, Hamalik (1995:57) berpendapat bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,  material, fasilitas,  perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.

  1. A.                Pengertian Pembelajaran Secara Khusus
  2. Menurut teori behavioristik pembelajaran adalah suatu usaha guru membentuk tingkah laku yang  diinginkan dengan menyediakan lingkungan, agar terjadi hubungan dengan subjek belajar serta perlu diberikan  reinforcement ( hadiah ) untuk meningkatkan motivasi kegiatan belajar.
  3. Menurut teori kognitif pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan kepada si belajar untuk berpikir agar memahami apa yang dipelajari.
  4. Menurut teori Gestalt, pembelajaran adalah usaha guru memberikan mata pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengaturnya menjadi suatu yang bermakna  ( pola bermakna ). Bantuan guru diperlukan untuk mengaktualkan potensi yang terdapat pada diri siswa.

d. Menurut teori Humanistik, pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada si belajar untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya (Haryanto 2003:8).

  1. B.                 Ciri-Ciri Pembelajaran

Ada tiga ciri khas yang terkandung dalam sistem pembelajaran, Hamalik (2003:66) menjelaskan ketiga ciri-ciri tersebut yaitu :

  1. Rencana, ialah penataan ketenagaan, material, dan prosedur yang merupakan unsur-unsur sistem pembelajaran dalam suatu rencana khusus.
  2. Salingketergantungan (interdependence), antara unsur-unsur sistem pembelajaran yang serasi dalam suatu keseluruhan. Tiap unsur bersifat esensial dan masing-masing memberikan sumbangannya kepada sistem pembelajaran.
  3. Tujuan, sistem pembelajaran mempunyai tujuan tertentu yang hendak dicapai. Ciri ini menjadi dasar perbedaaan antara sistem yang dibuat oleh manusia dan sistem yang alami (natural). Tujuan utama sistem pembelajaran adalah agar siswa belajar. Tugas seorang perancang sistem ialah mengorganisasi tenaga, material, dan prosedur agar siswa belajar secara efisien dan efektif. 

 

  1. C.                Pengertian belajar berdasarkan berbagai aliran dan Aplikasinya Terhadap Pembelajaran

Perkembangan teori belajar cukup pesat. Berikut ini adalah pengertian belajar berdasarkan beberapa aliran dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran.

  • Pertama aliran tingkah laku ( Behavioristik ), belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon. Perubahan perilaku dapat berujud sesuatu yang kongkret atau yang non kongkret, berlangsung secara mekanik memerlukan penguatan. Tokoh dalam aliran ini adalah Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Aplikasi teori belajar behavioristik dalam pembelajaran, tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat meteri pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.
  • Kedua aliran kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku, menekankan pada gagasan bahwa pada bagian-bagian suatu situasi berhubungan dengan konteks seluruh situasi tersebut. Pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan. Tokoh aliran ini Piaget, David Ausebel, Brunner.
  • Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda kongkret, keaktifan siswa amat dipentingkan, guru menyususun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatikan perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
  • Ketiga aliran humanistik, belajar adalah menekankan pentingnya isi dari proses belajar bersifat eklektik, tujuannya adalah memanusiakan manusia atau mencapai aktualisasi diri. Dalam praktiknya menggunakan teori belajar Ausebel, teori Bloom, Kolb. Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
  • Keempat teori belajar menurut aliran kontemporer, Teori kontemporer yang bermunculan saat ini banyak sekali di antaranya teori belajar sibernetik. Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru, jika dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi.

Berdasarkan teori tentang pembelajaran tersebut, maka dalam imlementasinya dibutuhkan model yang efektif demi mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Salahsatu model  dalam  pembelajaran adalah pembelajaran mediatif. Pembelajaran mediatif  lebih menekankan pada keaktifan siswa dibandingkan guru dalam pembelajaaran.

 

  1. D.                Teori Kognitif Sebagai Dasar Model Pembelajaran mediatif

a.         Pandangan Teori Belajar Kognitif

Tidak seperti halnya belajar menurut perspektif behavioris, dimana perilaku manusia  tunduk pada peneguhan dan hukuman, pada perspektif kognitif ternyata ditemui tiap individu justru merencakan respons perilakunya, menggunakan berbagai cara yang bisa membantu dia mengingat serta mengelola pengetahuan secara unik dan lebih berarti. Teori belajar yang berasal dari aliran psikologi kognitif ini menelaah bagaimana orang berpikir, mempelajari konsep dan menyelesaikan masalah.

b.         Jenis Pengetahuan

Menurut pendekatan kognitif yang mutakhir, elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu kepada situasi belajar. Dengan kata lain apa yang telah kita ketahui akan sangat menentukan apa yang akan menjadi perhatian, dipersepsi, dipelajari, diingat ataupun dilupakan. Pengetahuan bukan hanya hasil dari proses belajar sebelumnya, tapi juga akan membimbing proses belajar berikutnya. Perspektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi tiga bagian, yaitu:

1.         Pengetahuan Deklaratif

yaitu pengetahuan yang bisa dideklarasikan biasanya dalam bentuk kata atau singkatnya pengetahuan konseptual. Contoh, pengetahuan tentang fakta (misalnya, bumi berputar mengelilingi matahari dalam kurun waktu tertentu), generalisasi (setiap benda yang di lempar ke angkasa akan jatuh ke bumi karena adanya gaya gravitasi), pengalaman pribadi (apa yang diajarkan oleh guru sains secara menyenangkan) atau aturan (untuk melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan pada pecahan maka pembilang harus disamakan terlebih dahulu).

2.         Pengetahuan Prosedural

yaitu pengetahuan tentang tahapan yang harus dilakukan misalnya dalam hal pembagian satu bilangan ataupun cara kita mengemudikan sepeda, singkatnya “pengetahuan bagaimana”. Contoh, Menyatakan proses penjumlahan atau pengurangan pada bilangan pecahan menunjukkan pengetahuan deklaratif, namun bila siswa mampu mengerjakan perhitungan tersebut maka dia sudah memiliki pengetahuan prosedural. Guru dan siswa yang mampu menyelesaikan soal melalui rumus tertentu atau menterjemahkan teks bahasa Inggris. Seperti halnya siswa yang mampu berenang dalam satu gaya tertentu, berarti dia sudah menguasai pengetahuan prosedural hal tersebut.

3.         Pengetahuan Kondisional

yaitu pengetahuan dalam hal “kapan dan mengapa” pengetahuan deklaratif dan prosedural digunakan. Seperti.siswa harus dapat mengidentifikasi terlebih dahulu persamaan apa yang perlu dipakai (pengetahuan deklaratif) sebelum melakukan proses perhitungan (pengetahuan prosedural). Pengetahuan kondisional ini jadinya merupakan hal yang penting dimiliki siswa, karena menentukan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat. Terkadang siswa mengetahui fakta dan dapat melakukan satu prosedur pemecahan masalah tertentu, namun sayangnya mengaplikasikannya pada waktu dan tempat yang kurang tepat.

 

c.         Model Pengolahan Informasi

Untuk menggunakan tiga jenis pengetahuan di atas, tentunya kita harus dapat mengingatnya dengan baik. Hal berikutnya teori belajar yang dibahas dalam perspektif kognitif ini adalah tentang bagaimana individu mengingat dan bagian apa saja dari memori yang bekerja dalam proses berpikir seperti pada pemecahan masalah. Model pengolahan informasi merupakan salah satu model dari perspektif teori belajar ini yang menjelaskan kerja memori manusia sesuai dengan analogi komputer, yang meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan: memori sensori, memori kerja dan memori jangka panjang.

  • Memori Sensori adalah sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga analisis persepsi dapat terjadi.
  • Memori Kerja atau memori jangka pendek, menyimpan lima sampai sembilan informasi pada satu waktu sampai sekitar 20 detik, yang cukup lama untuk pengolahan informasi terjadi. Informasi yang dikodekan (decode) serta persepsi tiap individu akan menentukan apa yang perlu disimpan di memori kerja ini.
  • Memori Jangka Panjang menyimpan informasi yang sangat besar dalam waktu yang lama. Informasi di dalamnya disimpan dalam bentuk secara verbal dan visual.

1.         Memori Sensori

Memori sensori adalah sistem yang bekerja seketika melalui alat indera dimana kita memberikan arti kepada stimuli yang datang dinamakan persepsi. Arti yang diberikan berasal dari realitas objektif serta dari pengetahuan kita sebelumnya. Contohnya, suatu symbol ‘l’ akan dipersepsi sebagai huruf alpabet tertentu kalau kita menggolongkannya dalam urutan j, k. l, m; namun dalam kesempatan berbeda seperti l, 2, 3, 4 maka symbol yang sama bermakna angka satu. Memori sensori akan menangkap stimuli dan mempersepsi, atau memberikan makna; dalam hal ‘l’ konteks dan pengetahuan kita akan menentukan makna yang akan diberikan, bagi seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang angka atau huruf, maka symbol itu kemungkinan tidak bermakna apapun. Misalnya teks yang anda baca saat ini akan dipersepsi berbeda oleh orang lain yang tidak mengerti bahasa Indonesia ataupun yang buta huruf, walaupun matanya melihat deretan simbol yang sama seperti Anda; ataupun saat kita membaca huruf kanji dari koran berbahasa Jepang, dimana kita tidak punya kemampuan untuk memahaminya. Memori sensori tidak hanya bekerja untuk simbol saja namun juga dalam hal warna, gerakan, suara, bau, suhu dan lainnya yang semuanya harus dipersepsi secara simultan. Namun karena keterbatasan kemampuan, kita hanya dapat memfokuskan pada beberapa stimuli saja dan mengingkari yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian sangatlah selektif; dengan kata lain saat perhatian penuh sangat diperlukan, biasanya stimuli lainnya akan ditolak.

Perhatian adalah tahap pertama dalam belajar. Siswa tidak dapat memahami apa yang mereka tidak kenali atau tidak dapat dipersepsi. Tentunya banyak faktor yang mempengaruhi perhatian siswa. Cara lainnya adalah melalui perlakuan pada kata yang diucapkan atau ditulis oleh guru dengan warna yang kontras, digaris bawahi atau ditandai; memanggil siswa secara acak, memberikan kejutan siswa, menanyakan hal yang menantang, memberikan masalah yang dilematis, mengubah metode mengajar dan tugas, mengubah frekuensi suara dan jedanya akan dapat membantu menarik perhatian dari siswa.

2.         Memori Kerja

Saat stimulus dipersepsi dan diubah menjadi suatu pola gambar atau suara, informasi yang didapat menjadi tersedia untuk proses selanjutnya. Memori kerja adalah tempat dimana informasi baru ini berada dan digabungkan dengan pengetahuan yang berasal dari memori jangka panjang. Kapasitas memori kerja ini sangat terbatas, dari berbagai eksperimen kapasitas yang dapat disimpan sekitar lima sampai sembilan hal baru dalam satu waktu. Satu nomor telepon sepanjang tujuh desimal dapat diingat oleh rata-rata manusia dewasa, namun hal yang berbeda bila disuruh untuk mengingat dua buah nomor telepon (14 desimal). Kita tidak dapat memanggil kedua nomor telepon tadi karena terbatasnya kapasitas memori kerja ini. Hal lainnya dari memori kerja ini adalah waktu yang digunakannya pun hanya sekitar 5 sampai 20 detik saja. Namun walaupun begitu, waktu tersebut sangat cukup misalnya untuk mengingat dan memahami apa yang anda baca dalam bagian awal kalimat ini sebelum mencapai akhir kalimat. Tanpa adanya memori kerja, kita tidak bisa memahami susunan kata dalam satu kalimat dan gabungan antara kalimat yang berdekatan. Karena sedikit dan sempitnya memori ini bekerja, maka jenis memori ini harus terus diaktifkan, kalau tidak, maka informasi yang didapat menjadi hilang. Supaya apa yang diingat bisa lebih panjang dari 20 detik, kebanyakan orang memakai strategi tertentu untuk mengingatnya. Cara yang pertama adalah strategi latihan yang terbagi menjadi pengelolaan dan elaboratif. Latihan pengelolaan dilakukan dengan pengulangan informasi di pikiran anda. Sepanjang anda terus melakukan pengulangan informasi, hal itu akan berada di memori kerja. Cara ini dapat berguna untuk mengingat sesuatu, seperti nomor telepon, yang kemudian untuk dipergunakan dan setelah itu tidak perlu diingat lagi. Cara latihan elaboratif adalah dengan menghubungkan sesuatu yang baru dengan apa yang sudah diketahui, yaitu informasi yang sudah terdapat di memori jangka panjang. Latihan elaboratif ini tidak hanya meningkatkan memori kerja, tetapi membantu memindahkan informasi memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Cara kedua adalah dengan pengelompokkan (chunking) yang dipergunakan untuk menanggulangi terbatasnya kapasitas memori kerja. Banyaknya bit informasi__ bukannya ukuran setiap bit___adalah sisi keterbatasan memori kerja. Kita dapat mengingat informasi lebih banyak jika dapat mengelompokkan tiap-tiap bit menjadi unit yang berarti. Deretan enam angka seperti 1, 5, 1, 8, 2, dan 0 akan lebih mudah diingat dalam bentuk dua digit (15, 18 dan 20) atau tiga digit (151, 820). Jika dilakukan cara ini, maka kita cukup perlu mengingat dua atau tiga informasi saja dalam satu waktu dibanding enam buah.

3.         Memori Jangka Panjang

Informasi memasuki memori kerja dengan cepat, namun untuk dapat disimpan di memori jangka panjang, membutuhkan usaha tertentu. Dalam memori jangka panjang inilah, berbagai informasi disimpan dan dihubungkan dalam bentuk gambaran dan skema, suatu pola struktur data yang membuat kita bisa menggabungkan informasi kompleks yang sangat besar, membuat kesimpulan dan memahami informasi baru. Bila kapasitas memori kerja sangat terbatas, kapasitas memori jangka panjang dapat dikatakan hampir tak terbatas. Kebanyakan kita tidak pernah menghitung kapasitasnya, dan saat satu informasi secara aman sudah disimpan, akan tetap ada disana dalam waktu yang tak terbatas. Secara teoritis walaupun kita mampu untuk mengingat sebanyak yang kita mau, namun tantangannya justru adalah memanggilnya, yaitu mendapatkan informasi yang tepat sesuai keinginan. Akses pada informasi membutuhkan waktu dan usaha, karena kita harus mencarinya dalam lautan informasi yang luas dalam memori jangka panjang, dan informasi yang jarang dipakai biasanya akan makin sulit untuk ditemukan. Terdapat tiga jenis memori jangka panjang, yaitu: episodik , prosedural dan semantik . Untuk memanggil dan menambah informasi di memori jangka panjang, kita dibantu dengan elaborasi , organisasi dan penggunaan konteks.

Psikologi pembelajaran kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor-faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus. Berdasarkan pada pandangan itu teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons. Namun lebih dari itu, belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Pada masa-masa awal diperkenalkannya teori ini, para ahli mencoba menjelaskan bagaimana siswa mengolah stimulus, dan bagaimana siswa tersebut bisa sampai ke respon tertentu (pengaruh aliran tingkah laku masih terlihat di sini). Namun, lambat laun perhatian itu mulai bergeser. Saat ini perhatian mereka terpusat pada proses bagaimana suatu ilmu yang baru berasimilasi dengan ilmu yang sebelumnya telah dikuasai oleh siswa. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piagiet, “belajar bermakna”nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas”  (free discovery learning ) oleh Jerome Bruner.

Dalam perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral__yang bersifat jasmaniah___meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Pendekatan psikologi kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia. Dalam pandangan para ahli kognitif, tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.

Meskipun pendekatan kognitif ini sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, tidak berarti pendekatan kognitif anti terhadap aliran behavioristik.

d.         Tokoh-Tokoh Teori Belajar Kognitif

1.         PIAGET

Menurut Jean Piagiet, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu :

a)         Asimilasi yaitu proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Contoh, bagi siswa yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya memperkenalkan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa), dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) itu yang disebut asimilasi.

b)         Akomodasi yaitu penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Contoh, jika siswa diberi soal perkalian, maka berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik itu yang disebut akomodasi.

c)         Equilibrasi (penyeimbangan) yaitu penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Contoh, agar siswa tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya yang memerlukan proses penyeimbangan antara “dunia dalam” dan “dunia luar”.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensori motor tentu lain dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap kedua (pra-operasional) dan lain lagi yang dialami siswa lain yang telah sampai ke tahap yang lebih tinggi (operasional kongrit dan operasional formal). Jadi, secara umum, semakin tinggi tingkat kognitif seseorang, semakin teratur (dan juga semakin abstrak) cara berfikirnya.

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

2.         AUSUBEL

Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika “pengatur kemajuan (belajar)” atau advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. David Ausubel merupakan salah satu tokoh ahli psikologi kognitif yang berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa sangat ditentukan oleh kebermaknaan bahan ajar yang dipelajari. Ausubel menggunakan istilah “pengatur lanjut” (advance organizers) dalam penyajian informasi yang dipelajari peserta didik agar belajar menjadi bermakna. Selanjutnya dikatakan bahwa “pengatur lanjut” itu terdiri dari bahan verbal di satu pihak, sebagian lagi merupakan sesuatu yang sudah diketahui peserta didik di pihak lain. Dengan demikian kunci keberhasilan belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang diterima atau yang dipelajari oleh siswa.. Ausubel tidak setuju dengan pendapat bahwa kegiatan belajar penemuan lebih bermakna dari pada kegiatan belajar. Dengan ceramahpun asalkan informasinya bermakna bagi peserta didik, apalagi penyajiannya sistimatis akan diperoleh hasil belajar yang baik pula. Ausubel mengidentifikasikan empat kemungkinan tipe belajar, yaitu (1) belajar dengan penemuan yang bermakna, (2) belajar dengan ceramah yang bermakna, (3) Belajar dengan penemuan yang tidak bermakna, dan (4) belajar dengan ceramah yang tidak bermakna. Dia berpendapat bahwa menghafal berlawanan dengan bermakna, karena belajar dengan menghafal, peserta didik tidak dapat mengaitkan informasi yang diperoleh itu dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Dengan demikian bahwa belajar itu akan lebih berhasil jika materi yang dipelajari bermakna.

3.         BRUNER

Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.

Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah: (1) tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru, (2) tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan (3) evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau tidak. Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema pendidikan yaitu: (1) mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan, (2) kesiapan (readiness) siswa untuk belajar, (3) nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi, (4) motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan curu untuk memotivasinya.

Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya, asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa, dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak informasi, motivasi, dan minat siswa.

Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme” yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan. Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.

Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.

4.         BLOOM dan KRATHWHOL

Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan yang diantaranya kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :

1. Pengetahuan (mengingat, menghafal),

2. Pemahaman (menginterpretasikan),

3. Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),

4. Analisis (menjabarkan suatu konsep),

5. Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),

6. Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).

Oleh karena itu para ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan belajar secara kelompok.

 

  1. E.                 Pengertian Pembelajaran Mediatif

            Pembelajaran mediatif menjadi bagian dari satu gerakan besar dalam pembangunan psikologi yang telah menggantikan model behavioristik dengan konsep kognitif yang lebih dari inteligensia manusia dan belajar ( Gardner 1958).

Dalam pembelajaran mediatif tenaga pengajar (guru) merancang dan  mengembangkan pengetahuan siswa yang dikontruksikan dari pengalamannya, proses pembentukan berjalan terus-menerus dan setiap kali terjadi rekonstruksi karena adanya pemahaman yang baru (Siregar E & Nara H,2010:39). Berdasarkan hal tersebut, maka siswa sendiri yang mengartikan apa yang telah diajarkan dengan konstruksi yang telah dibangun sebelumnya. Pembelajaran mediatif itu sendiri dikembangkan berdasarkan teori belajar kontruktivistik. Teori kontruktivistik memahami belajar sebagai proses pembentukan ( kontruksi ) pengetahuan oleh si pebelajar itu sendiri.

 Dalam memahami tentang aliran kontruktivistik ini, dikemukakan ciri-ciri belajar berbasis konstruktivistik atau pendekatan mediatif. Ciri-ciri tersebut dikemukakan oleh Driver dan Oldham (1994):

1)             Orientasi, yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajarai suatu topic dengan member kesempatan melakukan observasi.

2)             Elistasi, yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi

3)             Reskonstruksi ide, klarifikasi ide dengan ide orang lain, membangun ide baru, mengevaluasi ide baru.

4)             Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi , yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi.

5)             Review, yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan, gagasan yang ada perlu direvisi dengan menambahkan atau mengubah.

 

Oleh karena itu pengetahuan bukanlah kemampuan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Menurut pandangan kontruktiistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh siswa. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan member makna tentang hal-hal yang telah dipelajari, tetapi yang paling menentukan gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri, sementara peran guru dalam pendekatan mediatif berperan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya itu sendiri. Guru tidak mentransferskan pengetahuan yang telah dimilkinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya itu sendiri dan dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang dalam belajar.

Peranan guru pada pendekatan mediatif ini lebih sebagai mediator dan fasilitator bagi siswa,yang meliputi kegiatan-kegiatan berikut ini.

  1. Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan siswa bertanggung jawab,mengajar atau berceramah bukanlah tugas utama seorang guru.

b. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasannya. Guru perlu menyemangati siswa dan menyediakan pengalaman konflik.

  1.  Memonitor,mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siswa berjalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa dapat diberlakukan untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan.

 

  1. F.                 Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Mediatif

            Secara lebih rinci, adapun perbedaan pembelajaran tradisional dan pembelajaran mediatif adalah sebagai berikut:

NO

Pembelajaran Tradisional

Pembelajaran mediatif

  1.  

Kurikulum disajikan dari bagian-bagan menuju keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.

Kurikulum disajikan mulai dari keselluruhan menuju kebagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep lebih luas.

  1.  

Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan

Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa

  1.  

Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja

Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan

  1.  

Siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa.

Siswa dipandang sebagai pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.

  1.  

Penilaian hasil belajar atau pengetahuan sisiwa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran, dan biasanya dilakukan pada akhir pembelajaran dengan cara testing.

Pengukuran proses dan haasil belajar siswa terjalin didalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan

  1.  

Siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri, tanpa ada group dalam proses pembelajaran

Siswa benyak belajar dan bekerja didalam group

 

 

  1. G.                Implementasi Pembelajaran Mediatif

Dalam strategi mediatif, pelajar akan belajar melalui interaksi yang dirancang oleh guru yang mengarah kepada konsep membantu siswa dalam mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapatkan untuk menyelesaikan masalah, membuat keputusan, mengenal asumsi-asumsi, menilai kebenaran asumsi, serta membuat keputusan dan hipotesis. Maka untuk mendukug pemebelajaran mediatif dibutuhkan metode-metode dalam implementasinya. Guru harus mampu membangkitkan semangat siswa dalam mengemukakan pendapat masing-masing melalui metode diantaranya :

  • Open-Ended Discussion Strategy ‡( Strategi Diskusi terbuka)
  • The Inquiry Strategy  (Strategi Inkuiri )
  • Value Clarification Technique ( Teknik Klarifikasi Nilai )
  • The Concept Development/ Concept Attainment (Strategi Pengembangan/  Pencapaian Konsep)

1.         Open Ended  Discussion Strategy ( Diskusi terbuka )

Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ).

Dengan demikian diskusi merupakan percakapan ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, pemunculan ide-ide serta pengujian pendapat yang dilakukan oleh beberapa orang yang tergabung dalam kelompok itu untuk mencari kebenaran.

Banyak masalah yang terjadi di lingkungan murid yang memerlukan pembahasan oleh lebih dari seorang saja, yakni terutama masalah-masalah yang memerlukan kerjasama dan musyawarah. Jika demikian musyawarah atau diskusi jalan pemecahan yang memberi kemungkinan mendapatkan penyelesaian yang terbaik.

Metode diskusi dalam proses mengajar dan belajar berarti metode mengemukakan pendapat dalam musyawarah untuk mufakat. Dengan demikian inti dari pengertian diskusi adalah meeting of minds. Didalam memecahkan masalah diperlukan bermacam-macam jawaban. Dari jawaban tersebut dipilihkan satu jawaban yang lebih logis dan lebih tepat dan mempunyai argumentasi yang kuat, yang menolak jawaban yang mepunyai argumentasi lemah.

a.         Jenis-jenis Diskusi

Buzz Group.

Suatu kelas yang besar dibagi ke dalam beberapa kelompok kecil 4 atau 5 orang. Tempat duduk diatur sedemikian rupa sehingga siswa saling berhadapan untuk memudahkan pertukaran pendapat. Diskusi ini dapat diadakan di tengah-tengah atau akhir.

Fish Rowt.

Diskusi terdiri dari beberapa orang peserta yang dipimpin oleh seorang ketua. Tcmpat duduk diatur setengah lingkaran dengan dua atau tiga kursi menghadap peserta, seolah-olah menjaring ikan dalam sebuah mangkuk. Kelompok pendengar yang ingin menyumbangkan pikiran dapat duduk di kursi kosong tersebut. Ketua mempersilahkan berbicara dan setelah selesai kembali ketempat semula.

Whole Group

Suatu kelas merupakan satu kelompok diskusi dengan jurnlah anggota tidak lebih dari 15 anggota.

Syndicate group

Suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3-6 orang. Guru menjelaskan garis besar masalah dengan aspek-aspeknya. kemudian tiap kelompok bertugas membahas suatu aspek tertentu dan membuat kesimpuian untuk diiaporkan dalam sidang pleno serta didiskusikan lebih lanjut.

Brainstorming

Merupakan suatu diskusi di mana anggota kelompok bebas menyumbangkan ide-ide baru terhadap suatu masalah tertentu. di bawah seorang ketua. Semua ide >ang sudah masuk dicatat. untuk kemudian diklasifikasikan menurut suatu urutan tertentu. Suatu saat mungkin ada diantara ide baru tersebut yang dirasa menarik untuk dikembangkan.

Informal debate

Kelas dibagi menjadi dua team yang agak sama besarnya unluk memperdebatkan suatu bahan yang problematis, tanpa memperhatikan peraturan diskusi panel.

Panel

Merupakan suatu diskusi orang-orang yang dianggap ahli, terdiri dari 3-6 orang dan dipimpin oleh seorang moderator. Para panelis dihadapkan pada para peserta yang hanya berfungsi sebaeai pendengar. Maksudnya untuk memberikan stimulus kepada para peseita akan adanya masalah-masalah yang masih dipecahkan lebih lanjut.

Simposium

Merupakan suatu pembahasan masalah yang bersifat lebih formal. Pembahasan dilakukan oleh beberapa orang pembicara (sedikitnya 2 orang) yang sebelumnya telah menyiapakan suatu prasarana dan pembicara yang lain mengemukakan prasarana banding/ sanggahan. Suatu pokok persoalan disoroti dari beberapa aspek. yang masing-masing dibacakan oleh prasarana kemudian diikuti sanggahan dan pandangan umiun dari para pendengar. Moderator mengkoordinasi jalannya pembicaraan. Bahasan dan sanggahan itu selanjutnya dirumuskan oieh panitia perumus.

Seminar

Merupakan suatu pembahasan yang bersifat ilmiah. Suatu pokok persoalan dibahas secara teoritis, bila perlu dibuka suatu pandangan umum. Berdasarkan kertas kerja yang ada, peserta menjadi beberapa kelompok untuk membahas lebih lanjut. Pimpinan kelompok sewaktu waktu menyimpulkan kerja keiompoknya dan dari hasil-hasil kelompok disusun suatu perumusan oleh panitia perumus yang ditinjau.

b.         Metode diskusi dalam proses belajar mengajar memiliki manfaat diantaranya adalah:

  1. Mendorong siswa berpikir kritis.
  2. Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
  3. Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan masalah bersama.
  4. Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.

c.         Kelebihan metode diskusi sebagai berikut :

  1. Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
  2. Menyadarkan anak didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
  3. Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)

d.         Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :

  1. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
  2. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
  3. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
  4. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)

Untuk  mengatasi kelemahan-kelemahan metode diskusi maka dalam menggunakan metode diskusi hatus diperhatikan persyaratan berikut :

v  Taraf kemampuan murid

v  Tingkat kesukuran yang memerlukan pemecahan yang serius agar dipimpin langsung oleh guru

v  Kalau pimpinan diskusi diberikan kepada murid hendaknya diatur secara bergiliran

v  Guru tak boleh sepenuhnya mempercayakan pimpinan diskusi pada murid, perlu bimbingan dan kontrol

v  Guru mengusahakan seluruh murid ikut berpartisifasi dalam diskusi

v  Diusahakan supaya murid mendapat giliran berbicara dan murid lain belajar bersabar mendengarkan pendapat temannya.

 

2.         The Inquiri Strategy ( Strategi Inkuiri )

            Salah satu metode pembelajaran yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993).

Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pembelajaran dan akan lebih tertarik terhadap pembelajaran jika mereka dilibatkan secara aktif. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990).

Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap materi ajar (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.

Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).

Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005).

Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai dengan Taxonomy Bloom – siswa dituntut untuk melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.

Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.

Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.

Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.

Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.

a.         Tingkatan-tingkatan Inkuiri

Berdasarkan komponen-komponen dalam proses inkuiri yang meliputi topik masalah, sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan analisis data serta pengambilan kesimpulan, Bonnstetter (2000) membedakan inkuiri menjadi lima tingkat yaitu praktikum ( tradisional hands-on ), pengalaman sains terstruktur ( structured science experiences ), inkuiri terbimbing ( guided inkuiri ), inkuiri siswa mandiri ( student directed inquiry ), dan penelitian siswa (student research).

Klasifikasi inkuiri menurut Bonnstetter (2000) didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan sebaiknya penerapan inkuiri merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling sederhana terlebih dahulu.

Traditional hands-on

Praktikum ( tradisional hands-on) adalah tipe inkuiri yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada tingkat ini komponen esensial dari inkuiri yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul, oleh karena itu, Martin-Hansen (2002), menyatakan bahwa praktikum tidak termasuk kegiatan inkuiri.

structured science experiences

Tipe inkuiri berikutnya ialah pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan inkuiri di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh siswa.

Guided Inquiry           

Jenis yang ketiga ialah inkuiri terbimbing ( guided inquiry ), di mana siswa diberikan kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.

Student directed inquiry

Inkuiri siswa mandiri ( student directed inquiry ), dapat dikatakan sebagai inkuiri penuh (Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa bertanggungjawab secara penuh terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.

Student Research        

Tipe inkuiri yang paling kompleks ialah penelitian siswa (student research). Dalam inkuiri tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen inkuiri menjadi tangungjawab siswa.

Ahli lain yaitu Callahan, et al (1992) menyusun klasifikasi inkuiri lain yang didasarkan pada intensitas keterlibatan siswa. Ada tiga bentuk keterlibatan siswa di dalam inkuiri, yaitu: (a) identifikasi masalah, (b) pengambilan keputusan tentang teknik pemecahan masalah, dan (c) identifikasi solusi tentatif terhadap masalah.

b.         Tujuan penggunaan metode inkuiri pada pembelajaran diantaranya :

v   Memberikan pengalaman belajar seumur hidup

v   Melatih peserta didik dalam menggali dan memanfaatkan lingkungan.

v   Mengurangi ketergantungan peserta didik kepada Guru.

v   Meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam menemukan dan memproses bahan pelajaran.

 

c.         Kelebihan dan Kelemahan metode inkuiri.

            Menurut Moedjiono dan Moh. Damyati dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta : 1991/ 1992 ) setiap metode dalam pembelajaran tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan, seperti halnya metode inkuiri, yang menjadi keungulan dan kelebihan metode inkuiri adalah sebagai berikut :

Kelebihan metode inkuiri :

  1. Kemungkinan yang besar untuk membantu memperbaiki atau memperluas persediaan dan penguasaan keterampilan dan proses kognitif siswa.
  2. Memungkinkan pengetahuan yang melekat pada diri siswa.
  3. Menimbulkan gairah belajar pada siswa.
  4. Memberikan kesempatan pada siswa untuk maju berkelanjutan
  5. Menyebabkan siswa untuk termotivasi untuk belajar.
  6. Membantu memperkuat konsep diri siswa
  7. Berpusat pada siswa, guru berperan sebagai fasilitator dan pendinamisator dari penemuan.
  8. Membantu perkembangan siswa.
  9. Tidak menjadikan guru satu-satunya sumber belajar

Kelemahan metode inkuiri :

  1. Mempersyaratkan suatu proses persiapan kemampuan berfikir yang dapat di percaya.
  2. Kurang efektif untuk mengajar siswa dengan jumlah yang banyak.
  3. Memerlukan fasilitas yang memadai.
  4. Kebebasan yang diberikan kepada peserta didik tidak selamanya dapat dimanfaatkan secara optimal.

 

3.         Value Clarification Technique ( Teknik Klarifikasi Nilai )

            VCT adalah sebuah semuah metode dalam model pembelajaran mediatif, VCT biasanya digunakan  khususnya untuk pendidikan nilai/ afektif. Dalam konteks pendidikan persekolahan di Indonesia istilah VCT sebenarnya sudah dikenal sejak berlakunya kurikulum 1975, yang diartikan sebagai “Teknik Pembinaan Nilai”. Dalam pembelajaran VCT dapat dikembangkan dalam berbagai cara yang tentunya telah diadaptasi dari Negara-negara barat. Beberapa diantaranya adalah model VCT dari Kohelberg yang terkenal dengan “Controversial Issues”, VCT model Hilda Taba yang terkenal dengan nama model “value Inquiry Question” dan kemudian Simon, dkk dengan 79 jenis model strategi klarifikasinya.

            Model VCT tersebut dikembangkan dalam alam liberalism yang dilandasi oleh teori yang kurang mapan dan komprehensip pada asumsi-asumsi tentang nilai. Jadi asumsi-asumsi yang tentang nilai yang dimaksud adalah mencakup :

  1. Nilai pada dasarnya sebagai persoalan-persoalan pribadi yang menyangkut perhatian, refleksi, dan pilihan-pilihan serta membuang jauh-jauh determinasi konteks social.
  2. Tidak ada satupun prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang konklusif dan disepakati banyak kalangan dan definitive ( Cheppy. 1988 )

Teknik Mengklarifikasi Nilai ( Value Claification Technique ) suatu metode pembelajaran dengan teknik mengali untuk mengklarifikasi nilai, dengan tujuan memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan kajian bagi pencerahan suatu nilai dan moral untuk memperjelas sehingga siswa memahami merasakan kebenaran dan manfaat dari suatu nilai sehingga nilai-nilai tersebut menjadi mempribadi terintegrasi dalam sistem nilai pribadinya.

Teknik Klarifikasi Nilai (value clarification technique) adalah suatu metode dalam pembelajaran nilai dan moral, yang dikembangkan secara khusus dalam pendidikan nilai dan moral.

Beragam jenis dan bentuk pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik dan tujuan pendidikan tersebut. Antara lain dilengkapi beragam teknik dan permainan antara lain memuat kajian dilema moral sebagai media stimulus pembelajarannya.

Tujuan metode pembelajaran ini sebagai media internalisasi dan personalisasi suatu nilai dan moral. VCT itu sendiri sebenarnya salah satu pendekatan dalam pendidikan nilai yang memberikan bantuan dalam proses pemahaman dan penyadaran pemilikan nilai serta kemampuan untuk menggunakannya dalam memecahkan masalah-masalah yang kehidupan yang berhubungan dengan sistem nilai. Hal ini ditujukan membantu untuk memilih perbuatan yang terbaik yang mendukung penampilan prilaku akhlak mulia sebagai warga Negara,

Proses penyadaran dengan klarifikasi nilai dipandang efektif dengan tujuan memperkokoh nilai dan moral pada peserta didik. Dengan demikian VCT mengutamakan keterlibatan intelektual emosional dan kompetensi sosial dari peserta didik. Tujuan akhir bagaimana moral itu menjadi nilai yang mempribadi pada peserta didik.

VCT dikembangkan atas prinsip tidak bebas nilai, akan tetapi sebaliknya dalam kehidupan tersebut penuh dengan ragam nilai. Sementara itu manusia tidak dapat bebas dari nilai tersebut,

Pada pokoknya VCT meliputi proses memperkuat pengalaman belajar nilai melalui kesempatan untuk berpikir nilai, merasakan kegunaan dan manfaat nilai dan pengalaman mengomunikasikan nilai yang dimilikinya serta melaksanakannya dalam kehidupan bersama.

VCT tidak mengembangkan nilai-nilai yang bersifat mutlak seperti yang bersumber dari agama karena itu sudah seharusnya mutlak untuk ditaati oleh para penganutnya. Akan tetapi VCT dapat mengembangkan nilai-nilai yang relatif dengan menggunakan nilai-nilai yang bersumber dari agama sebagai dasar pertimbangannya.

Khususnya dalam moral Pancasila karena Sila pertama Ketuhanan yang maha Esa. Tuntutan ini sekaligus merupakan ciri khusus PKn yang dikembangkan dengan berorientasi pada pendidikan nilai dan moral Pancasila. VCT berangkat dari anggapan bahwa nilai tidak dapat dipaksakan akan tetapi dipilih, tidak cukup dicontohkan akan tetapi harus dirasakan, dengan demikian lebih menekankan kepada proses pembelajaran. Dengan demikian menekankan kepada pengalaman, pembelajaran adalah proses pengalaman belajar.

Dengan pengalaman akan membentuk kemampuan kejelasan, dan kemampuan untuk menggunakannya sebagai dasar memilih dalam berprilaku. Pengalaman pembelajaran ini mencakup kegiatan pemilihan (choosing), merasakan (Prizing) dan melakukan (acting). VCT dipandang unggul sebagai SBM sehubungan warga Negara senantiasa dihadapkan kepada perubahan masyarakat yang sangat cepat yang juga menyangkut perubahan sistem nilainya. Selanjutnya untuk memahami jenis teknik.

Kelebihan dan kelemahan Strategi Klarifikasi Nilai.

Klarifikasi nilai sebagai sebuah prosedur pendidikan nilai dengan karakteristiknya pada penekanan keterampilan proses pencarian dan pengeksplorasian, penganalisisan dan pemilahan serta pemilihan dari berbagai pilihan konsekuensi nilai yang mungkin, kemudian melakukan penetapan atau membuat keputusan moral dari hasil pilihan nilai-nilai sebelumnya yang dilakukan secara cermat dan bertanggung jawab, selanjutnya menunjukkan kesedian secara sadar berperilaku dengan pilihan dari nilai-nilai moral yang telah ditetapkan, tanpa ada pakasaan dari luar kecuali didorong oleh kesadaran atas keyakinan nilai-nilai moral yang telah dimiliki, maka dapat dinilai mampu menutupi kekurangan dan kelemahan dari pembelajaran pendidikan agama yang selama ini berlangsung seperti digambarkan selintas di atas.

Namun demikian dibalik kelebihan pada pembelajaran klarifikasi nilai tidak dapat pula disangkal, bahwa kekurangan juga ditemukan pada pembelajaran model klarifikasi nilai ini.

Di antara kekurangan yang inheren pada klarifikasi nilai adalah pada sisi pemberian kebebasan yang penuh pada anak didik untuk mengeksplorasi atau memilah dan memilih serta menganalisis dari sejumlah alternatif nilai yang ingin dimiliki anak. Pada hal dari perspektif psiko-sosisal dan perkembangan moral anak pada saat ini yang sangat terpengaruh oleh interaksi sosialnya serta lebih mementingkan kepentingan-kepentingan hedonistik dan need dalam membuat keputusan moral, maka kesemuanya ini tentulah sangat membahayakan bagi anak dalam pengembangan nilai-nilai moral yang akan dimilikinya, karena secerdas dan secermat apa pun, pengklarifikasian nilai yang dilakukan anak tentu sulit melepaskan diri dari karakter perkembangan psiko-sosial dan moral yang tengah berlangsung dalam dirinya. Terlebih lagi pada sebahagian anak yang tergolong memiliki pengetahuan nilai yang minim dalam kehidupan sebelumnya atau dalam lingkungan masyarakatnya. Bagi kelompok anak seperti ini, tentu “kemiskinan” pengetahuan nilai moral akan melahirkan pula keputusan-keputusan moral yang kurang sempurna terutama bila dibandingkan dengan kelompok anak lain yang telah memiliki pengetahuan dan nilai moral yang lebih baik.

Kekurangan lain yang juga dapat ditemukan adalah pada sisi implikasi dan konsekuensi ketika klarifikasi nilai ini diaplikasikan. Kekurangan ini di antaranya adalah bahwa sangat terbukanya kemunculan keragaman pemahaman akan nilai-nilai moral yang akan didapat anak yang juga membawa akibat pada keputusan moral yang dibuat oleh anak. Kendatipun sikap toleransi dapat ditumbuhkan oleh pembelajaran melalui klarifikasi nilai, namun sikap nihilisme dan antagonisme terhadap nilai-nilai moral, juga sangat terbuka lebar muncul dalam diri anak sebagai akibat keragaman nilai dan keputusan moral di antara mereka.

 

4.         Concept Attainment Strategy ( Strategi Pencapaian Konsep )

a.         Pengertian Strategi Pencapaian Konsep

Strategi pencapaian konsep adalah suatu strategi mengajar bersifat induktif didefinisikan untuk membantu siswa dari semua usia dalam memperkuat pemahaman mereka terhadap konsep yang dipelajari dari melatih menguji hipotesis. Model tersebut pertama kali diciptakan oleh Joyce dan Weil ( dalam Gunter, Este, dan Schwab, 1990: 1972 ) yang berpijak pada karya Bruner, Goodnow, dan Austin. Model pencapaian konsep bermanfaat untuk memberikan pengalaman metode sains kepada para siswa dan secara khusus menguji hipotesis.

Ada dua peran pokok guru dalam pembelajaran model pencapaian konsep yang perlu diperhatikan, adalah :

1.         Menciptakan suatu lingkungan sedemikian hingga siswa merasa bebas untuk berpikir dan menduga tanpa rasa takut dari kritikan atau ejekan.

2.         Menjelaskan dan mengilustrasikan bagaimana strategi pencapaian konsep itu seharusnya berlangsung, membimbing siswa dalam proses itu, membantu siswa menyatakan dan menganalisis hipotesis, dan mengartikulasi pemikiran-pemikiran mereka.

Dalam membimbing aktifitas itu tiga cara penting yang dapat dilakukan oleh guru.

•           Pertama guru mendorong siswa untuk menyatakan pemikiran mereka dalam bentuk hipotesis, bukan dalam bentuk observasi.

•           Kedua guru menuntun jalan pikiran siswa ketika mereka menetapkan apakah suatu hipotesis diterima atau tidak.

•           Ketiga guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa (Why) mereka menerima atau menolak suatu hipotesis.

 

b.         Tujuan Penggunaan Strategi Pencapaian Konsep

Penerapan pembelajaran dengan menggunakan strtegi pencapaian konsep mengandung dua tujuan utama yaitu :

1.         Tujuan Isi

Tujuan isi strategi pencapaian konsep  menurut Eggen dan Kauchak (1998) bahwa, lebih efektif untuk memperkaya suatu konsep dari pada belajar pemula ( initial learning ). Dan juga akan efektif dalam membantu siswa memahami hubungan-hubungan antara konsep-konsep yang terkait erat dan digunakan dalam bentuk review. Dengan kata lain, penggunaan strategi ini akan lebih efektif jika siswa sudah memiliki pengalaman tentang konsep yang akan dipelajari itu. Bukan siswa yang benar-benar baru mempelajari konsep tersebut.

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam menerapkan startegi pencapaian konsep berkaitan dengan tujuan isi tersebut, yaitu :

a.         Starategi pencapaian konsep didesain khusus untuk mengajarkan konsep secara eksklusif. Jadi berfokus semata-mata pada pembelajaran konsep.

b.         Siswa yang diajari suatu konsep dengan menggunakan strategi pencapaian konsep harus memiliki latar belakang pengetahuan tentang konsep tersebut.

2.         Tujuan pengembangan berpikir keritis siswa

Strategi pencapaian konsep lebih memfokuskan pada pengembangan berpikir keritis siswa dalam bentuk menguji hipotesis. Dalam pembelajaran harus ditekankan pada analisis siswa terhadap hipotesis yang ada dan mengapa hipotesis itu diterima, dimodifikasi, atau ditolak. Siswa harus dilatih dalam menciptakan jenis-jenis kesimpulan, seperti membuat contoh penyangkal atau non-contoh, dan sebagainya.

Oleh karena itu, tujuan pembelajaran harus ditekankan pada dua aspek tersebut, yaitu pengembangan konsep dan relasi-relasi antara konsep yang terkait erat, serta latihan berpikir keritis terutama salam merumuskan dan menguji hipotesis. Aspek penting dalam perencanaan pelajaran adalah guru harus mengetahui persis apa yang diinginkan dari siswanya.

 

c.         Merencanakan Pelajaran Dengan Strategi Pencapaian Konsep

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam merancang pelajaran menggunakan model pencapaian konsep adalah sebagai berikut :

 

1.         Menetapkan materi

Seperti halnya dengan strategi pembelajaran yang lain, ketika akan menerapkan strategi pencapaian konsep guru harus menetapkan materi-materi yang akan diajarkan. Materi dalam hal ini bentuknya adalah konsep ( bukan generalisasi, rumus, atau prinsip ). Konsep yang akan dijarkan itu sebaiknya bukan baru sama sekali bagi siswa. Harus diingat bahwa strategi ini akan lebih efektif bila siswa yang akan diajar itu memiliki beberapa pengalaman tentang konsep yang akan diajarkan.

 

2.         Pentingnya tujuan pembelajaran yang jelas

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tujuan penggunaan strategi pencapaian konsep mencakup membantu siswa mengembangkan konsep dan relasi-relasi antara konsep itu dan memberikan latihan kepada mereka tentang proses berpikir krritis terutama dalam peumusan dan pengujian hipotesis.

3.         Memilih contoh dan non-contoh

Faktor yang paling penting dalam memilih contoh adalah mengidentifikasi contoh-contoh yang paling baik mengilustrasikan konsep tersebut. Disamping itu, contoh yang dipilih juga harus dapat memperluas pemikiran siswa tentang konsep yang diajarkan  sebagai contoh.

Hal yang lain juga perlu diperhatikan dalam memilih contoh adalah tidak memilih contoh yang terisolasi dari konteks. Artinya contoh yang dipilih harus ada dalam lingkungan dimana siswa beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari ataupun yang ada dalam jangkauan pemikirannya.

Selain memilih contoh positif, guru juga menyiapkan contoh-contoh negatif atau non-contoh. Dalam memilih contoh negatif, diupayakan merubah karakteristik esensial menjadi karakteristik non esensial pada konsep yang akan diajarkan dan menyajikan semua hal-hal yang bukan merupakan karakteristik esensial konsep itu.

4.         Mengurutkan contoh

Setelah memilih contoh dan non-contoh, tugas akhir dalam merencanakan pelajaran adalah bagaimana mengurutkan contoh dan non-contoh itu. Jika pengembangan berpikir keritis menjadi tujuan penting bagi guru, contoh-contoh itu harus diurutkan sedemikian sehingga para siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir krritis mereka. Menunjukkan secara cepat atau lengsung makna dari konsep yang diajarkan, tidak memberi kesempatan kepada siswa dalam melakukan analisis dan akibatnya tidak menghasilkan pemahaman yang sangat dalam terhadap konsep yang dikaji.

Dalam mengurutkan contoh, guru dapat melakukan dengan menyajikan dua atau lebih contoh positif kemudian diikuti dua atau lebih contoh negatif (non-contoh).

 

d.         Fase Pembelajaran Dengan Menggunakan Strategi Pencapaian Konsep

            Joice dan Weil ( dalam saripuddin, 1997 ) mengemukakan bahwa setiap strategi pembelajaran memiliki unsur-unsur sebagai berikut :

1.         Sintakmatik ( Syntax )

            Sintakmatik sstrategi pencapaian konsep ialah tahap-tahap kegiatan kegiatan dari strategi pencapaian konsep. Strategi pencapain konsep memiliki tiga fase senagai berikut :

Fase pertama : penyajian data dan identifikasi konsep

  1. pengajar menyajikan contoh yang sudah diberi label
  2. pelajar membandingkan ciri ciri dalam contoh positif dan contoh negative
  3. pelajar membuar dan mengetes hipotesis
  4. pelajar membuat definisi tewntang konsep atas dasar ciri ciri utama / esensial

Fase kedua : Mengetes pencapain konsep

  1. pelajar meng identifikasi tambahan  contoh yang tidak diberi label dengan menyatakan ya atau bukan
  2. Pengajar menegaskan hipotesi  ,nama konsp dan menyatakan kembali definisi konsep sesuai dengan ciri yang esensial

Fase  ketiga : menganalisis Strategi berfikir

  1. Pelajar mengungkapkan pemikiranya
  2. pelajar mendiskusikan hipotesis dan ciri ciri konsep
  3. pelajar mendiskusikan tipe dan jimlh hipotesis

2.         Sistem Sosial ( Social System )

            Sistem social strategi pencapaian konsep ialah situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam strategi pencapaian konsep. Strategi ini memiliki struktur yang moderat. Pengajar melakukan pengendalian terhadap aktivitas, tetapi dapat dikembangkan menjadi kegiatan dialog bebas dalam fase itu. Dengan pengorganisasian kegiatan itu diharapkan pelajar akan lebih memperhatikan inisiatifnya, untuk melakukan proses induktif bersamaan dengan bertambahnya pengalaman dalam pembelajaran

3.         Sistem pendukung ( Support System )

Sistem pendukung strategi pencapain konsep ialah segala sarana, bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan strategi pencapaian konsep

 

e.         Kelebihan Dan Kekurangan Strategi Pembelajaran Pencapaian Konsep

Menurut Suherman (1994) model pencapaian konsep merupakan strategi yang sangat efisien untuk menyajikan informasi yang terorganisasikan dalam berbagai bidang studi. Salah satu keunggulan strategi ini adalah meningkatkan kemampuam untuk belajar lebih mudah dan lebih efektif.

Bahkan dikatakan dari hasii kajian terhadap keberlakuan strategi pencapaian konsep, diperoleh petunjuk yang meyakinkan secara akademis dan praktis, bahwa strategi pencapaian konsep dapat digunakan untuk sasaran belajar daari berbagai usia.

Stipek (dalam Egen; 1996) mengemukakan bahwa strategi pencapaian konsep dapat digunakan untuk mengembangkan farietas aktifitas kelas, yang juga dapat menghasilkan motivasi siswa. jadi strategi  ini melibatkan siswa sccara aktif dalam menemukan konsep.  Dengan menggunakan fakta, data dam contoh untuk mendapatkan konsep, diharapkan akan menimbulkan motivasi siswa untuk mengikuti secara aktif proses pembelajaran. Dari uraian diatas, dapat dikemukakan bahwa strategi pencapaian konsep lebih mengaktifkan keterlibatan mental, sehingga konsep yang diperoleh siswa lebih lama bias diingat dan akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa

Disamping kelebihannya strategi ini pun tidak terlepas dari kekurangan, antara lain membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang lama untuk pembuatan dan pengembangan perangkat pembelajaran. Bila jumlah siswa dalam satu kelas sangat besar, maka pengajar akan kesulitan dalam membimbing siswa yang membutuhkan bimbingan.

 

G.        Tujuan impelementasi pembelajaran mediatif

 

Dalam strategi mediatif, peserta didik diajar oleh guru untuk :

a. Mengaplikasikan pengetahuan dalam menyelesaikan masalah.

b. Membuat keputusan.          

c. Mengetahui asumsi.

d. Menilai kebenaran asumsi, keputusan dan hipotesis.

Materi pelajaran yang merangsang dan menantang, kadang siswa merasa bosan dan tidak tertarik dengan materi yang sedang diajarkan. Untuk menghindari gejala yang seperti ini guru harus memilih dan mengorganisir materi sedemikikan rupa sehingga merangsang dan menantang siswa untuk mempelajarinya. Balikan atau penguatan kepada siswa, penguatan atau reinforcement mempunyai efek yang besar jika sering diberikan kepada siswa. Setiap keberhasilan siswa sekecil apapun, hendaknya ditanggapi dengan memberikan penghargaan.

Ditinjau dari aspek-aspek psikologi, setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan individu baik secara fisik maupun secara psikis akan mempengaruhi cara belajar siswa tersebut, Dalam proses pembelajaran, guru perlu menghindar dalam membuat pertimbangan terhadap ide yang dikemukakan oleh siswa. Guru perlu membantu membimbing  dan menguji ide mereka. Siswa dianjurkan mengemukakan ide logis secara induktif dan deduktif.

Dalam pembelajaran mediatif peserta didik diberi kebebasan dalam merancang dan mengontrol proses pembelajaran, penyelesaian masalah, perencanaan dan penilaian. Hal ini melibatkan proses membantu siswa secara terus menerus dalam mengaplikasikan pengetahuan menyelesaiakan masalah dan konflik.

BAB III

KESIMPULAN

 

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas, maka dalam mengimplementasikan pembelajaran mediatif dibutuhkan metode-metode dalam prosesnya. Hal ini bertujuan untuk mendukung proses pembelajaran mediatif. Dengan penerapan metode-metode tersebut, diharapkan dapat menunjang proses pembelajaran mediatif  yang lebih, aktif, kretif, dan mandiri yang dilakukan oleh siswa itu sendiri dengan guru sebagai mediator dan fasilitator.

Melalui model pembelajaran mediatif diharapkan siswa dapat mengenal dengan pasti strategi dalam menggunakan keahliannya tersebut untuk membangun pengetahuannya sendiri melalui kegiatan eksplorasi. Siswa akan mendapatkan kesadaran tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang seharusnya dilakukan di masa yang akan datang.  Mediator (guru) menunjukkan bagi siswa dalam mencapai tujuannya sendiri (self regulation) secara aktif dengan membangun dan menghasilkan pengetahuan baru dalam penyelesaian masalah. Pendekatan ini menggabungkan aktivitas-aktivtas pemikiran, bimbingan dan pembicaraan terbuka, bila hal tersebut dilakukan secara berkelanjutan, tentunya akan mengurangi ketergantungan siswa terhadap guru sehingga dapat menjalankan fungsinya sendiri.

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Achmad Kosasih Djahiri. (1988). Strategi Pembelajaran IPS/ PKN. Bandung: IKIP Bandung

Azis ,Abdul wahab Prof Dr. H. “ metode dan model- model mengajar “  Alfa beta  Bandung

Badan  Standar Nasional Pendidikan. 2006.  Penyusunan KTSP Kabupaten/Kota; Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.

Baedhowi. 2007. ‘Kebijakan Pengembangan Kurikulum’. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional KTSP, UNNES, Semarang, 15 Maret 2007.

Darsono, Max. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP Semarang Press.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan, Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah Suwarma Al Muchtar.

Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 

KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Konstekstual Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta : PT Bumi Aksara. 2007.

Siregar E & Nara H. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Sugandi, Achmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang : UPT MKK Unnes Press.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004.  Pengembangan Kurikulum, Teori dan Praktek. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Suwarma Al Muchtar. (2000). Pengembangan Kemampuan Berpikir dan Nilai dalam Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pusataka Mandiri.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005.  Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.

Toeti,sukamto, Dr 1997 , Model-model  pembelajaran. Ciputat Jakarta

Terus  joyce,dan weil 1986 model of teaching newjersey prentice-hall ,inc

Udin S, Winataputra. (2001). Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Wahana Sistemik Pendidikan Demokrasi. Disertasi. Bandung: Program Pasca Sarjana Univrsitas Pendidikan Indonesia

Usman. 2004. “Strategi Pembelajaran Kontemporer Suatu Pendekatan Model”. Palu Sulawesi Tengah : Tadulaku Universitas Press.

W. S. Winkle. 1991. Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Grasindo

____________ . (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pusataka Mandiri,